Blog Uluh Ngaju dalam Berbagi Mencapai Manfaat

lazada.co.id
pasang iklan baris gratisBanner 125x125Peluang usaha modal kecil

Ulama Panutan

Share on :
Pada masa sejarah, khususnya sejarah dalam dunia Islam
Seorang Nabi, Sahabat dan Ulama-Ulama (di Indonesia dikenal dengan Kyai) menjadi panutan setiap kehidupan, mulai berpakaian, berkomunikasi, beribadah serta berdagang pun menjadikan para tokoh tersebut (Nabi, Sahabat dan Ulama) sebagai uswah/tauladan. Semakin maju suatu bangsa, budaya positif tersebut berangsur-angsur menghilang, sehingga bukan tokoh agama lagi yang menjadi panutan masyarakat dalam menjalani kehidupannya tapi orang-orang yang dapat membuat kepuasan tersendiri, diantaranya para pemusik, artis, aktor dan beberapa tokoh yang tidak dalam kaitannya pada agama atau tokoh umum. Memang Nabi dan Sahabat sudah tidak ada, tapi para pewarisnya masih ada sebagaimana sebuah ungkapan ‘Ulama warosatul anbiya’ (Ulama pewaris para Nabi), kenapa hal tersebut terjadi?
Banyak penyebab dari permasalahan tersebut, hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap Ulama saat ini tidak dapat dipungkiri lagi. Beberapa puluh tahun sebelumnya masyarakat sangat berpegang sekali dengan Ulama, setiap gerak dalam bermuamalah dan beribadah tidak lepas dari fatwa atau teladan yang pernah didapat dari Ulama, walau mereka bukan termasuk santri atau murid dari Ulama yang dijadikan panutan oleh mereka. Sekarang menjadi terbalik 160 derajat, Ulama hanya sebagai bahan pembicaraan saja, mulai dari pembicaraan politik, hukum pidana, bisnis, ekonomi dan entertainment, seharusnya Ulama masuk dalam kajian hukum Islam dan minimal dalam ranah pendidikan. Beberapa kasus menimpa nama baik Ulama akibat kurangnya pemahaman masyarakat, Ulama dianggap sebagai “maha benar”, Ulama dianggap “tangan tuhan”, Ulama dianggap “tanpa dosa” dan Ulama dianggap “pemimpin agama”, seharusnya semua orang menganggap Ulama adalah manusia biasa yang memiliki kelebihan tentang keilmuan agama dari beberapa manusia lainnya. Sehingga, apabila ada permasalahan dengan Ulama seperti seorang pemimpin pondok pesantren di Malang diduga memperkosa kedua santrinya, keterlibatan Ulama di politik (sangat ditentang oleh masyarakat di kalimantan), ketidak konsistenan MUI (Majelis Ulama Indonesia) melarang/mengharamkan rokok tapi banyak Ulama yang menentang pengharaman merokok, kasus poligami terhadap beberapa Ulama (padahal jaman Nabi sudah ada dan alasannya pun sudah jelas) dan banyak hal-hal lagi yang membuat ketidaktertarikan masyarakat terhadap Ulama itu adalah hal biasa dan wajar terjadi dalam kehidupan bermasyarakat. Karena dosa dapat dirasakan oleh siapa saja dan pahala dapat dimiliki oleh siapa saja, sehingga ulama atau kyai bukan manusia suci yang terlahir di dunia, tapi mereka sama seperti manusia lainnya yang tidak lepas dari kesalahan lahir dan bathin seperti manusia lainnya.
Namun ada hal penting yang perlu dijadikan panutan dari para ulama atau Kyai, yaitu dalam menjalankan beberapa perbuatan, mereka tidak jarang menjadikan perintah dan larangan Allah sebagai filter atau pertimbangan dalam menjalankannya, walau tidak sedikit ulama yang bertentangan akibat memahami perintah dan larangan tersebut. Pada saat ini, Ulama sudah tidak sepenuhnya menjadi contoh dalam bermasyarakat mulai dari berpakaian, berbuat dan beribadah.
Masyarakat sudah banyak menjadikan tokoh-tokoh selain Ulama sebagai contoh atau panutan, padahal tokoh-tokoh tersebut bukan pelaksana syariat agama, bahkan sebaliknya atau melanggar syariat agama. Ulama hanya dijadikan pelaksana agama oleh masyarakat, padahal apabila kita memahami kalimat ‘ulama warosatul anbiya (Ulama pewaris para Nabi), maka Nabi Muhammad adalah ahli politik, ahli peperangan, ahli hukum agama, ahli dagang/bisnis dan ahli dakwah. Jadi, Ulama tidak salah dalam menentukan putusannya sebagai seorang politikus, prajurit/komandan perang, pengasuh pondok pesantren, wira usaha, pendidik dan penceramah, karena hal-hal itulah yang dilaksanakan Nabi Muhammad pada masa itu. Sebagai umat Nabi Muhammad, maka dituntut untuk menjadikan Ulama sebagai panutan dan sebagai manusia yang tidak lepas dari kebodohan, kita diwajibkan menuntut ilmu sebagai bahan dalam menjalankan perintah dan larangan Allah. Apabila kita memiliki bahan/ilmu, maka dapat meminimalisir kesalahan dalam menjadikan Ulama sebagai panutan.
(Tulisan ini kupersembahkan kepada Alm. KH. Achmad Taufiqurrahman Fattah yang wafat pada tgl 13 juli 2009, semoga mendapatkan ridlo Allah SWT.)



3 komentar on Ulama Panutan :

silo semedi said... September 24, 2009 at 7:18 AM

Assalamualaikum wr.wb

Dulu waktu aku masih kecil hidup dalam satu komunitas. yang aku tahu cuma NU sama MUHAMMADIYAH

DAN sekarang tinggal di daerah lain yang komunitasnya berbagai macam firqoh/golongan/aliran.

Yang membuat aku binggung adalah masing2 firqoh punya dalil dan ulama/kiyai sendiri2. dan yang lebih parah masing2 pengikutnya saling mencela firqoh lain yang tidak sepaham dengannya

Buat cak habiburrohman yang punya wawasan luas mohon ini dikupas pada halaman tersendiri

MIDU said... March 25, 2011 at 2:02 PM

maaf, kyai Taufiqurrahman Fattah siapa ya yg anda maksudkan itu...trimakasih...

NgeblogLagi said... March 26, 2011 at 9:47 AM

@Silo Semedi: Trims bung Silo Semedi, dilain waktu jika ada peluang untuk menganalisis...insya Allah di posting kok

@MIDU: Alm. Kyai Taufik adalah pengasuh Ribath Ar Roudloh Pond. Pest Bahrul "ulum Tambak Beras JOmbang JATIM. Beliau saudara dari Kyai. Nasir Abdul Fattah (Pengasuh Asrama saya dulu - Maslakul Huda atau ada yang bilang al Fathimiyyah Putra)

Post a Comment and Don't Spam!

Terima Kasih atas komentarnya, Semoga kita bisa selalu Berbagi Mencapai Manfaat

 

Total Pageviews

Shop Online Ku

Shop Online Ku
Shop Online Recommended