Blog Uluh Ngaju dalam Berbagi Mencapai Manfaat

lazada.co.id
pasang iklan baris gratisBanner 125x125Peluang usaha modal kecil

Ujian, Evaluasi atau Manipulasi?

Share on :
Judul postingan ini sudah umum sekali, tapi masih wajar untuk dikaji lagi sebagai bahan masukan pihak terkait atau pelaksana ujian akhir semester.
Ujian akhir semester hanya pada formalitas pelaksanaan di lapangan khususnya lembaga pendidikan saja dan ada juga beberapa pihak menyatakan bahwa ujian akhir semester adalah kegiatan yang dilakukan sebagai uji hasil akhir peserta didik selama menjalani proses belajar mengajar (PBM) selama satu semester, namun praktek di lapangan kebijakan tersebut disikapi oleh peserta didik dengan melakukan berbagai cara untuk menyelesaikan proses ujian agar mendapat hasil yang maksimal.

Sikap lembaga terkait melaksanakan ujian akhir semester adalah penilaian alami bahwa pendidik tidak memperhatikan kemampuan peserta didik selama proses belajar, sehingga menilai kemampuan peserta didik hanya pada ujian akhir semester atau akhir dari pembelajaran selama 1 semester. Timbul pertanyaan, apakah selama ini pihak pendidik hanya membaca buku dan murid mendengarkan saja? Apakah pendidik selama ini tidak memperhatikan kualitas peserta didik selama PBM? Padahal, untuk mengevaluasi peserta didik dengan maksimal adalah dengan proses komunikasi selama PBM. Ujian akhir semester masih bisa dimanipulasi oleh peserta didik dan bahkan oleh pendidik itu sendiri. Karena kebiasaan itulah, timbul jual beli nilai atau nilai pesanan yang dilakukan oleh beberapa oknum sebagaimana pemberitaan yang ada pada minggu-minggu lalu tentang kasus UN di Jawa Timur.
Kebijakan lembaga pendidikan dalam melaksanakan ujian akhir adalah upaya pendidik yang malas untuk melakukan monitoring perkembangan kemampuan peserta didik selama proses belajar mengajar, dan sikap tersebut mendorong murid melakukan hal-hal negatif sebagai upaya mendapatkan penilaian positif dari pendidik. Sebenarnya, ujian akhir semester sangat baik sekali, hanya saja proses tersebut terlalu monoton dalam tataran pendidikan, karena harapan setiap wali peserta didik memasukkan anaknya ke lembaga pendidikan agar anaknya bisa terampil, mandiri, kreatif, dan pintar, bukannya menanamkan nilai-nilai negatif kepada peserta didik.
Yang perlu diperhatikan oleh pelaksana pendidikan adalah bagaimana agar ujian akhir semester tidak dimaknai sebagai evaluasi kemampuan peserta didik, upaya tersebut harus dilakukan pelaksana pendidikan dengan memodifikasi suasana ujian yang pada umumnya menegangkan menjadi menyenangkan bagi peserta didik. Pendidik harus melakukan monitoring secara berlanjut, jangan hanya menyuruh murid menulis dan membaca serta mengerjakan tugas saja setelah itu keluar dari kelas ngobrol di kantor menunggu jam pulang atau jam istirahat. Karena sikap itulah, wajar jika pendidik dan peserta didik banyak yang tidak yakin atas kualitasnya dalam menjalani Ujian Nasional sehingga berbagai upaya dilakukan agar peserta didik lulus.
Pendidik harus menanamkan mental mandiri peserta didik melalui proses belajar mengajar, karena banyak strategi pembelajaran yang bisa menanamkan jiwa mandiri peserta didik, sehingga apapun dan kapanpun peserta didik diuji tidak merasakan kebingungan atau rasa kekhawatiran yang berlebihan agar apabila akan menghadapi Ujian nasional tidak perlu istighosah dll sebagai pendorong dan apabila tidak lulus pun respon peserta didik tidak negatif yang menyebabkan banyak peristiwa-peristiwa yang tidak diinginkan seperti bunuh diri, menghancurkan fasilitas sekolahan dan lain-lain.
Penulis yakin, banyak pembaca yang kurang setuju dengan posting ini, tapi bagi penulis sikap pendidik selama ini hanya formalitas dan upaya mendapatkan kesejahteraan hidup saja, hanya sebagian kecil pendidik yang menjadikan proses mengajar sebagai pengabdian dan kebutuhan untuk menjadi manusia bermanfaat.

2 komentar on Ujian, Evaluasi atau Manipulasi? :

Anonymous said... January 30, 2010 at 7:20 PM

"sehingga apapun dan kapanpun peserta didik diuji tidak merasakan kebingungan atau rasa kekhawatiran yang berlebihan agar apabila akan menghadapi Ujian nasional tidak perlu istighosah dll sebagai pendorong dan apabila tidak lulus pun respon peserta didik tidak negatif"

Pembinaan sisi ruhani peserta didik itu sama pentingnya dengan pembinaan sisi kogntif peseta didik, dan isitighosah itu salah satu cara untuk membina sisi ruhani tersebut. Bangsa kita membutuhkan orang-orang memiliki karakter kuat dan seimbang antara IQ, EQ, dan SQ

NgeblogLagi said... January 31, 2010 at 9:21 AM

Sangat setuju dgn pembimbingan ruhani sprt yg anda maksud, Tapi apakah pembimbingan ruhani hny terbatas pd suasana darurat (mau ujian)? apakah penanaman karakter siswa hny pd moment mau ujian?

Jangan didik putra/i bangsa pd suasana terpaksa. Alangkah lebih baik sprt istighosah menjadi jdwl khusus 1 bln 1x dan bkn 3 thn 1x.

Tulisan sy itu mengambil referensi di Jambi, seorang ank tdk percaya kpd Allah krn sdh berdo'a, istighosah dll. tapi dia tdk lulus ujian. Apabila mendekatkan diri kpd Allah hny pd wkt terdesak,sama juga berbohong kpd Allah. Tidak jauh beda dg mendidik siswa menjadi manusia Munafik.

Bukankah pembinaan/penanaman nilai-nilai membutuhkan proses panjang, tdk hny pd satu moment sprt Istighosah mendadak saja?

Post a Comment and Don't Spam!

Terima Kasih atas komentarnya, Semoga kita bisa selalu Berbagi Mencapai Manfaat

 

Total Pageviews

Shop Online Ku

Shop Online Ku
Shop Online Recommended